Beberapa belahan bumi saat ini sedang mengalami musim semi. Musim semi (spring) adalah satu dari empat musim di daerah nontropis, peralihan dari musim dingin ke musim panas. Musim semi terjadi setelah musim dingin, dimana tumbuh-tumbuhan mekar kembali, karena itulah musim semi juga disebut “musim bunga”. Musim semi membuat siang hari menjadi lebih panjang daripada malam hari. Hawa di musim semi biasanya terasa hangat karena menjelang musim panas. Berbeda dengan musim gugur yang udaranya terasa dingin karena menjelang musim dingin. Ada pelajaran penting mengenai musim semi itu sendiri, sebagaimana terdapat pelajaran pula dalam musim panas maupun musim dingin, terutama mengingatkan akan kehidupan di akhirat.
Musim Semi Mengingatkan akan Nikmat Surga
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam Lathoif (hal. 546) menerangkan, “Musim-musim yang ada dalam setahun sebenarnya mengingatkan kita akan alam akhirat. Panasnya musim panas mengingatkan akan hawa panasnya Jahannam. Sedangkan dinginnya musim dingin mengingatkan akan keadaan yang amat dingin di Jahannam. Musim gugur mengingatkan akan buah-buah yang dipetik dan akan disimpan di rumah. Hal ini mengingatkan akan dipetiknya amalan sholeh di akhirat kelak. Adapun musim semi adalah musim yang paling baik (karena keadaannya sejuk dan tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin, pen). Musim yang satu ini mengingatkan akan nikmat dan kehidupan yang menyenangkan di surga. Oleh karenanya, seharusnya seseorang menjadi termotivasi untuk mempersiapkan diri untuk meraih surga dengan giat beramal sholeh.”
Sebagian salaf ketika musim semi saat musim buah-buahan dipasarkan, mereka mendatangi pasar, mereka lantas berdiri dan merenung, lantas mereka teringat dan memohon pada Allah surga (Lathoif Al Ma’arif, hal. 546).
Sa’id bin Jubair pernah menemui seorang pemuda, yang merupakan anak raja. Ketika itu pemuda tersebut duduk di majelis Sa’id bin Jubair. Mereka yang ada di majelis menyalami pemuda tersebut. Ketika pemuda tersebut meninggalkan mereka, Sa’id menangis dan semakin histeris tangisannya. Ia berkata, “Sungguh pemuda tadi telah mengingatkanku akan pemuda penghuni surga” (Lathoif Al Ma’arif, hal. 546-547).
Bayanganlah nikmat di surga yang disebutkan dalam beberapa ayat berikut,
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan” (QS. As Sajdah: 17).
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آَسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (QS. Muhammad: 15).
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا (31) حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (32) وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (33) وَكَأْسًا دِهَاقًا (34) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا (35) جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا (36)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai pembalasan dari Rabbmu dan pemberian yang cukup banyak” (QS. An Naba’: 31-36).
Dalam hadits qudsi disebutkan mengenai surat As Sajdah ayat 17 di atas, Allah Ta’ala berfirman,
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ )
“Aku persiapkan bagi hamba-Ku yang sholeh sesuatu yang tidak pernah mereka lihat dengan mata, tidak pernah didengar telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia”. Bacalah jika kalian mau ayat (yang artinya), “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang …” (HR. Bukhari no. 4779 dan Muslim no. 2824).
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِى خَيْرًا
Allahumma inni as-alukal jannah wa maa qorroba ilaihaa min qoulin aw ‘amal, wa a’udzu bika minan naari wa maa qorroba ilaihaa min qoulin aw ‘amal, wa as-aluka an-taj’ala kulla qodho-in qodhoitahu lii khoiroo [Ya Allah aku meminta kepada-Mu surga dan segala perkataan atau perbuatan yang mendekatkanku kepada surga. Aku pun meminta perlindungan-Mu dari neraka dan segala hal yang mendekatkan padanya. Aku memohon pula pada-Mu agar Engkau menjadikan setiap yang Engkau takdirkan bagiku adalah baik] (HR. Ibnu Majah no. 3846 dan Ahmad 1: 172. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Musim Semi Mengingatkan akan Kehidupan Setelah Mati
Begitu pula musim semi mengingatkan akan kehidupan setelah kematian, yaitu hari berbangkit. Karena saat musim semi mekarlah bunga-bunga dan tanah yang kembali subur setelah gersang karena di antaranya mendapatkan kesegaran air hujan. Hal ini mengingatkan pula bahwa hati yang lalai dan hati yang penuh dosa bisa hidup dengan Al Qur’an yang diturunkan dari langit. Kita dapat merenungkan hal ini dari firman Allah,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al Hadid: 16).
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya” (QS. Al Hadid: 17).
Jika Allah mampu menghidupkan tanah gersang dengan air penuh berkah dari langit, maka demikian pula Allah dapat menghidupkan hati yang mati jika hamba rajin berdzikir dan merenungkan ayat Allah.
Musim Semi Mengingatkan akan Harta Benda yang Menggiurkan
Di musim semi kita tahu bersama bahwa bumi akan semakin hijau nan indah, sehingga sangat disukai. Keadaan tadi menggambarkan kondisi manusia yang sangat mencintai harta karena harta begitu menggiurkan dan menyilaukan pandangannya sebagaimana tanaman di musim semi.
Abu Sa’id Al Khudri mengisahkan, Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke mimbar lalu beliau berkhutbah, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian ialah keberkahan bumi yang akan Allah keluarkan untuk kalian.” Sebagian sahabat bertanya, “Apakah keberkahan bumi itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Perhiasan kehidupan dunia.” Selanjutnya seorang sahabat kembali bertanya: “Apakah kebaikan (perhiasan dunia) itu dapat mendatangkan kejelekan?” Mendengar pertanyaan itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi terdiam, sampai-sampai kami mengira bahwa beliau sedang menerima wahyu. Selanjutnya beliau menyeka peluh dari dahinya, lalu bersabda, “Manakah si penanya tadi?” Sahabat si penanya pun menyahut: “Inilah aku.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
لاَ يَأْتِى الْخَيْرُ إِلاَّ بِالْخَيْرِ ، إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، وَإِنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا أَوْ يُلِمُّ ، إِلاَّ آكِلَةَ الْخَضِرَةِ ، أَكَلَتْ حَتَّى إِذَا امْتَدَّتْ خَاصِرَتَاهَا اسْتَقْبَلَتِ الشَّمْسَ ، فَاجْتَرَّتْ وَثَلَطَتْ وَبَالَتْ ، ثُمَّ عَادَتْ فَأَكَلَتْ ، وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ
“Kebaikan itu tidaklah membuahkan/mendatangkan kecuali kebaikan. Sesungguhnya harta benda ini nampak hijau (indah) nan manis (menggiurkan). Sungguh perumpamaannya bagaikan rerumputan yang tumbuh di musim semi. Betapa banyak rerumputan yang tumbuh di musin semi menyebabkan binatang ternak mati kekenyangan hingga perutnya bengkak dan akhirnya mati atau hampir mati. Kecuali binatang yang memakan rumput hijau, ia makan hingga ketika perutnya telah penuh, ia segera menghadap ke arah matahari, lalu memamahnya kembali, kemudian ia berhasil membuang kotorannya dengan mudah dan juga kencing. Untuk selanjutnya kembali makan, demikianlah seterusnya. Dan sesungguhnya harta benda ini terasa manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang benar dan membelanjakannya dengan benar pula, maka ia adalah sebaik-baik bekal. Sedangkan barang siapa yang mengumpulkannya dengan cara yang tidak benar, maka ia bagaikan binatang yang makan rerumputan akan tetapi ia tidak pernah merasa kenyang, (hingga akhirnya ia pun celaka karenanya).” (HR. Bukhari no. 6427 dan Muslim no. 1052).
Keindahan nan manisnya harta dunia itu bagaikan musim semi. Sehingga orang-orang pun berlomba-lomba untuk mendapatkan kenikmatan tersebut. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar lantas berkhutbah,
وَإِنِّى وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِى ، وَلَكِنِّى أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا
“Demi Allah, bukanlah yang kutakutkan pada kalian adalah kalian akan berbuat syirik sesudahku. Namun yang kukhawatirkan adalah kalian saling berlomba untuk meraih dunia” (HR. Bukhari no. 6426 dan Muslim no. 2296).
Harta dunia yang menggiurkan juga di antara sebab munculnya pertikaian, saling hasad (dengki) dan permusuhan.
Dari ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ أَىُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ ». قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ نَقُولُ كَمَا أَمَرَنَا اللَّهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ تَتَنَافَسُونَ ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِى مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ ».
“Jika Persia dan Romawi telah ditaklukkan, lantas bagaimanakah keadaan kalian? ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, ”Sebagaimana Allah perintahkan kepada kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti itu, kalian akan saling berlomba, saling dengki, saling bermusuhan, saling benci, atau semacam itu (dalam meraih dunia, pen). Kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain” (HR. Muslim no. 2962).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَخْشَى عَلَيْكُمُ الْفَقْرَ وَلَكِنْ أَخْشَى عَلَيْكُمُ التَّكَاثُرَ
“Yang aku khawatirkan pada kalian bukanlah kemiskinan, namun yang kukhawatirkan adalah saling berbangganya kalian (dengan harta)” (HR. Ahmad 2: 308. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hakim bin Hizam,
يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari no. 1472 dan Muslim no. 1035). Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.” (Syarh Ibni Batthol, 6: 48)
Semoga dengan mengingat musim semi ini kita akan semakin mengharap surga yang penuh kesejukan sebagaimana layaknya musim semi yang kita lewati. Moga pula hal ini semakin membuat kita merindukan alam akhirat. Hal lain, yang jadi pelajaran adalah moga kita tidak terlalu terbuai dengan kemewahan dunia sebagaimana tumbuhan yang hijau nan indah yang membuat kita terkesima di kala musim semi.
Wallahu waliyyut taufiq.
Baca dua artikel menarik di rumaysho.com: Dinginnya Neraka dan Ibadah di Musim Dingin.
Referensi:
Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 530-550.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 12 Jumadal Ula 1433 H